PENGARUH KOMPOS ECENG GONDOK DAN KOMPOS KIAMBANG TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN PADI KETAN HITAM (Oryza Sativa Var Glutinosa) PADA RAKIT BAMBU DI RAWA LEBAK
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Lahan
rawa lebak terdapat cukup luas di Indonesia, merupakan salah satu
alternatif areal yang dapat dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan pangan yang
terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya alih
fungsi lahan setiap tahun. Luas lahan rawa lebak di Indonesia
diperkirakan seluas 13,3 juta ha yang terdiri dari 4,2 juta ha rawa lebak
dangkal, 6,07 juta ha rawa lebak tengahan, dan 3,0 ha rawa lebak dalam, lahan
tersebut tersebar di Sumatera, Kalimantan dan
Irian Jaya. Di pulau Sumatera lahan
rawa lebak terluas di propinsi Sumatera Selatan yaitu sekitar 2,98 juta ha
(Suparwoto dan Waluyo, 2009).
Menurut Bernas (2010), lahan rawa lebak digunakan petani
menanam padi pada saat tinggi air menurun sekitar 20 cm, waktu tanam biasanya
terjadi pada bulan Juni dan panen pada bulan Agustus setiap tahun. Jadi mereka
mengolah lahan pertanian untuk 3 bulan dalam setahun. Petani tidak melakukan
apapun untuk lahan mereka selama sekitar 9 bulan, hal ini karena tingkat air
yang tinggi. Sehingga punya banyak waktu selama banjir dari bulan November
sampai Mei. Salah satu cara untuk memanfaatkan lahan rawa selama banjir yaitu
dengan menggunakan sistem pertanian terapung.
Sistem pertanian terapung bisa dimanfaatkan untuk budidaya
tanaman dengan mengunakan rakit bambu. Adapun komoditas yang bisa di
budidayakan pada penanaman terapung yaitu tanaman semusim, diantaranya tanaman pangan seperti padi sawah, padi ketan
dan tanaman sayuran seperti selada, kangkung, caisim, tomat, bayam, dan
lain-lain. Pertanian terapung telah dipraktikkan oleh petani Bangladesh dan
Myanmar sejak sepanjang waktu yang lalu (tiga sampai empat ratus tahun). Ini
adalah salah satu praktik pertanian yang baik, karena pertanian terapung adalah 100 % organik, menyediakan produksi dua
kali lipat dari lahan pertanian berbasis praktik, kurang dari ½ dari biaya
pertanian lainnya, sepenuhnya bebas dari pupuk dan memiliki kemampuan daya
penyerapan karbon dan dengan demikian menciptakan pemanfaatan secara bijak
mengintensifkan air dan daerah lahan basah sebagai potensi penyelesaian masalah
besar pada praktik perubahan iklim pertanian dan ketika produk menjadi
berhasil, dan menghasilkan jumlah kompos yang banyak untuk penggunaan
berikutnya (Assaduzzaman, 2004).
Penggunaan
pupuk organik merupakan salah satu alternatif untuk mendukung hal tersebut.
Salah satu pupuk organik yang sering
digunakan dalam budidaya tanaman adalah kompos. Kompos merupakan bahan organik
yang telah mengalami proses pelapukan oleh mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya. Bahan organik yang banyak digunakan sebagai bahan kompos antara lain
kotoran hewan, dedaunan, eceng gondok, kiambang dan lain-lain (Murbandono,
2004).
Bagi
masyarakat di sekitar pinggiran sungai, eceng gondok adalah tanaman parasit
yang hanya mengotori sungai dan dapat menyebabkan sungai menjadi tersumbat atau
meluap karena eceng gondok terlalu banyak. Padahal eceng gondok ini dapat
diolah menjadi pupuk organik. Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah
satu jenis tumbuhan air mengapung. Perkembangan tumbuhan air eceng gondok di
perairan sangat pesat. Sekilas tanaman eceng gondok tidak berguna. Sama halnya
dengan kiambang yang juga merupakan tanaman yang dapat berkembang dengan cepat
sehingga dapat menutupi danau, kolam atau pun daerah rawa dengan sangat cepat
(Murbandono, 2004).
Menurut
Murbandono, kiambang merupakan nama umum bagi paku air (Familia) dari genus
salvinia. Eceng gondok dan kiambang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos
yang bermutu baik bagi tanaman pangan maupun sayur-sayuran.
Suswono (2011) menyatakan produktivitas tanaman pangan
padi Indonesia lebih tinggi 20 % dibandingkan produktivitas negara-negara ASEAN
lain. Indonesia memberi kontribusi 30 % terhadap produksi beras ASEAN. Jenis-jenis
beras yang di konsumsi oleh masyarakat Indonesia merupakan beras dari padi
ciherang, padi IR 64, padi ketan dan lain-lain. Padi ketan merupakan salah satu
jenis tanaman pangan padi yang baik untuk dibudidayakan karena memiliki
keunggulan seperti ketahanan terhadap hama, agak tahan terhadap wereng coklat
biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3, tahan terhadap penyakit, tahan terhadap
hawar daun bakteri strain III dan IV, rentan terhadap strain VIII, dan memiliki
beras yang di gemari oleh masyarakat Indonesia.
Atas dasar uraian-uraian tersebut maka perlu diadakan
penelitian mengenai pengaruh kompos eceng gondok dan kompos kiambang terhadap
pertumbuhan tanaman padi ketan hitam (Oryza Sativa Var Glutinosa) dengan
metode pertanian terapung.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemberian kompos Eceng gondok dan kompos Kiambang terhadap
pertumbuhan tanaman padi ketan hitam (Oryza Sativa Var Glutinosa) pada
sistem pertanian terapung.
C. Hipotesis
1. Diduga
pemberian kompos eceng gondok dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi ketan
hitam (Oryza Sativa Var Glutinosa) lebih baik dibandingkan kompos
kiambang pada sistem pertanian terapung.
2. Diduga
dosis pemberian kompos eceng gondok dan kompos kiambang 20 ton ha-1
akan memberikan pertumbuhan padi ketan hitam (Oryza Sativa Var Glutinosa)
lebih baik daripada dosis 10 ton ha-1.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rawa
Lebak
Lahan
rawa merupakan kawasan lahan bertopografi datar yang terdapat sepanjang kiri
dan kanan sungai besar dan biasanya digenangi air selama beberapa waktu
terutama pada musim hujan. Lahan rawa lebak merupakan agroekosistem yang pengembangannya
masih tertinggal dibandingkan dengan agroekosistem lainnya seperti lahan kering
atau lahan irigasi. Indonesia
memiliki rawa lebak cukup luas sekitar 13,27 juta ha dan baru sebagian kecil atau
kurang dari satu juta ha yang berhasil dimanfaatkan (Noor, 2007).
Karakteristik rawa lebak ditentukan
berdasarkan kendala dan lama genangan, serta pengaruh air sungai terhadap rawa
lebak tersebut. Berdasarkan topografi,
kedalaman, dan lama genangan, lahan rawa lebak dibedakan menjadi tiga kategori (Direktorat Rawa, 1995), yaitu:
1.
Lebak
pematang, yaitu: lahan yang terletak disepanjang tanggul aliran sungai,
mempunyai kedalaman kurang dari 0,5 meter dengan lama genangan kurang dari 3
bulan.
2.
Lebak tengahan,
yaitu: lahan yang terletak diantara lebak dalam dan lebak pematang, mempunyai
kedalaman 0,5-1 meter dengan lama genangan 3-6 bulan.
3.
Lebak
dalam, yaitu: lahan yang merupakan suatu cekungan mempunyai kedalaman lebih
dari 1 meter dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
Sumber alami lahan rawa adalah limpasan dari air hujan.
Sesuai dengan letak geografisnya, maka ketiga tipologi lahan rawa lebak (lebak
pematang, lebak tengahan, dan lebak dalam) memiliki jumlah air tersedia yang
berbeda-beda satu sama lain (Armanto et al., 2000).
Rawa
lebak pematang akan tenggelam dan mempunyai air berlebih pada saat musim
penghujan dan pasang naik, sebaliknya akan mengalami kekeringan pada saat musim
kemarau. Rawa lebak tengahan selalu dalam keadaan tergenang oleh air hujan dan
tidak dipengaruhi oleh air banjir dan sungai, sedangkan lebak dalam merupakan
rawa lebak yang selalu dalam keadaan tergenang, sehingga pada saat musim tanam
air tetap tinggi sehingga mencapai lebih dari satu meter (Armanto et al.,
2000).
B. Eceng Gondok
Eceng
gondok merupakan tumbuhan air yang berasal dari Brazil. Tumbuhan ini menyebar
keseluruh dunia dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar antara
0-1.600 m diatas permukaan laut yang beriklim dingin. Penyebaran tumbuhan ini dapat melalui kanal, sungai dan
rawa serta perairan tawar lain dengan aliran lambat. Klasifikasi eceng gondok
menurut Fahmi (2009) sebagai berikut:
Kingdom : Embryophytasiphonogama
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : E. crassipes
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : E. crassipes
Eceng
gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Eceng
gondok memiliki tinggi sekitar 0,4-0,8 m dan tidak mempunyai batang. Daun eceng
gondok tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal dan
tangkai menggembung, permukaan daunya licin dan berwarna hijau. Bunga eceng
gondok termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir kelopaknya berbentuk tabung.
Biji eceng gondok berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang
tiga dan berwarna hijau serta akarnya merupakan akar serabut (Fahmi 2009).
Perkembangan eceng gondok berkembang
pesat pada perairan rawa dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk kompos. Kandungan N,P,K kompos
eceng gondok (dalam % berat kering) masing-masing adalah 0,4 N, 0,114 P dan
7,53 K, sedangkan C-organik adalah 47,61 (Wahyu, 2008). Menurut Fryer dan
Matsunaka (1988), eceng gondok merupakan bahan yang sangat potensial untuk
digunakan sebagai pupuk organik karena berdasarkan hasil analisa di
laboratorium mengandung antara lain 1,681% N, 0,275% P, 14,286% K, 37,654% C,
dengan nilai C/N 22,339. Kemudian menurut Asrijal et al., (2005),
tanaman yang diberi 2 ton/ha kompos eceng gondok memberikan produksi tinggi
pada tanaman padi gogo dan kedelai, yang ditanam secara tunggal masing-masing
sebesar 5, 267 ton/ha dan 2,056 ton/ha.
C. Kiambang
Kiambang
merupakan nama umum bagi paku air (Familia salviniaceae) dari genus salvinia. Tumbuhan
ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah dan
danau, atau di sungai yang mengalir tenang.
Kerajaan :
Plantae
Divisi :
Pteridophyta
Kelas :
Pterisopsida
Ordo :
Salviniales
Famili :
Salviniaceae
Genus :
Salvinia Seg
Species :
Salvinia natans
Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun
yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil
sehingga berwarna hijau, dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak
transparan. Rambut-rambut ini
mencegah daun menjadi basah dan juga membantu kiambang mengapung. Daun tipe
kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat mirip akar, tidak berklorofil dan
berfungsi menangkap hara dari air seperti akar. Orang awam menganggap ini
adalah akar kiambang. Kiambang tidak menghasilkan bunga karena masuk golongan
paku-pakuan.
Sebagaimana paku air (misalnya semanggi air dan azolla)
lainnya, kiambang juga bersifat heterospor, memiliki dua tipe spora: makrospora
yang akan tumbuh menjadi protalus betina dan mikrospora yang akan tumbuh
menjadi protalus jantan. Paku air ini tidak memiliki nilai ekonomi tinggi, kecuali
sebagai sumber humus (karena tumbuhnya pesat dan orang mengumpulkannya untuk
dijadikan pupuk), kadang-kadang dipakai sebagai bagian dari dekorasi dalam
ruang, atau sebagai tanaman hias di kolam atau akuarium (Wikipedia, 2011).
Sukman dan
Yakup (1991), menyebutkan bahwa kiambang banyak menimbulkan
masalah pencemaran sungai , tetapi mempunyai manfaat sebagai bahan baku
pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yangmerupakan tiga unsur
utama yang dibutuhkan tanaman. Dari sisi kandungannya, kiambang
mengandung protein sederhana 15 – 29%, konsentrat protein daun 48 – 60%, serat
14 – 17%, beta karotin 53.330,46 IU, kalsium 6%, lemak 4,1 – 5,8%, serta
mineral lain seperti Fe, Mn, Mg, Na, Cu, Zn, dan asam amino.
D.
Padi Ketan Hitam
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar
penduduk Indonesia.
Permintaan akan beras terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk. Beras tidak
hanya merupakan sumber energi dan protein, tetapi juga sumber vitamin dan
mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam era modern, masyarakat menaruk
perhatian yang besar terhadap kesehatan, antara lain dengan mengatur gaya
hidup, pola makan, dan menu makanan. Beras ketan dan beras merah adalah dua
jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia. Beras
ketan dapat dikonsumsi sebagai nasi atau diolah menjadi tepung untuk aneka kue
dan makanan kecil lainnya. Beras ketan seluruh bagian butirnya mengapur atau
kelam, tetapi kekerasan butirnya sama dengan beras bukan ketan (Watabe dalam
Damardjati dan Purwani 1991).
Beras
ketan ada dua jenis yaitu ketan putih dan hitam. Beras ketan mengandung
amylosa berantai lurus dengan ikatan 1-4 alfa-glikosidik, sedangkan amylopektin
berantai cabang dengan ikatan 1-4 alfa dan 1-6 beta glikosidik pada
percabangannya dengan panjang rantai 20-26 satuan glukosa. Berdasarkan
kandungan amilosanya ada 4 macam jenis beras, yaitu beras dengan amilosa tinggi
(lebih dari 25% bk), beras dengan amilosa sedang (20-25% bk), beras dengan
amilosa rendah (9-20% bk), dan beras dengan amilosa sangat rendah (0-2% bk).
Beras ketan mengandug amilosa sangat rendah (0-2%), dengan kata lain lebih
banyak mengandung amylopektin (sampai 98%).
Beras ketan hitam merupakan
pilihan yang paling baik. Warna
hitam beras diatur secara genetik dan dapat berbeda karena adanya perbedaan gen
yang mengandung warna aleuron, ensospermia dan komposisi pada endospermia.
Beras putih warnanya agak transparan hanya memiliki sedikit aleuron dan
mengandung amylosa sekitar 20%. Pada beras hitam, kandungan aleuron dan endospermia
memproduksi antosianin dengan intesitas tinggi sehingga warna beras menjadi
ungu pekat mendekati hitam (Widiastuti, 2010).
Manfaat beras ketan hitam
itu banyak sekali diantaranya adalah:
1. Ketan
hitam membantu pembentukan sel darah merah sekaligus meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap beberapa penyakit. Karena ketan hitam memiliki kandungan
zat besi hingga 15,52 ppm, kandungan itu berkhasiat untuk tubuh.
2. Khasiatnya memperbaiki
kerusakan sel hati (hepatitis dan chirosis), mencegah gangguan fungsi ginjal, mencegah kanker
dan tumor, memperlambat penuaan.
3. Berfungsi sebagai
antioksidan, membersihkan kolesterol dalam darah, dan mencegah anemia (Orlando, 2011).
III. PELAKSANAAN
PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya pada bulan Saptember sampai bulan
Desember 2011. Analisis contoh tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan
Konservasi Tanah serta Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah Jurusan
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
B. Bahan
dan Alat
Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) tanah lebak, 2) kompos
eceng gondok dan kiambang, 3) benih padi ketan hitam, dan 4) bahan-bahan analisis di laboratorium.
Alat-alat
yang digunakan antara lain: 1) rakit bambu, 2) papan sekat, 3) cangkul 4) mistar ukur, 5) tali
plastik, 6) alat-alat analisis di laboratorium.
C. Metode
Penelitian
Penelitian
ini merupakan percobaan lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor
perlakuan pupuk eceng gondok dan pupuk kompos kiambang. Setiap rakit disekat
menjadi 8 ruangan untuk tempat perlakuan, Rakit 1 (R1) diberi 2 dosis yaitu 10
ton per ha (4,5 kg per ruangan pada rakit) dan 20 ton per ha (9 kg per ruangan
pada rakit) pupuk kompos eceng gondok. Sedangkan pada rakit 2 (R2) diberi 2
dosis yaitu 10 ton per ha (4,5 kg per ruangan pada rakit) dan 20 ton per ha (9 kg
per ruangan pada rakit) pupuk kompos kiambang. Masing-masing ulangan diulang
sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 2 x 2 x 4 = 16 unit percobaan.
D. Cara
Kerja
Penelitian
ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu: 1) persiapan, 2) pekerjaan lapangan, dan
3) pengumpulan, pengolahan data serta pembuatan laporan. Adapun
uraiannya sebagai berikut:
1.
Persiapan
Pada tahap ini kegiatan
yang dilakukan yaitu:
a. Studi
kepustakaan, mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan penelitian.
b. Melakukan
survei dan menentukan lokasi survei penelitian.
c. Menyiapkan
peralatan dan perlengkapan untuk kegiatan lapangan, yaitu rakit bambu terapung
dengan ukuran 300 cm x 150 cm dan pupuk kompos serta alat-alat lainnya.
2. Pekerjaan
Lapangan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu:
a.
Pengambilan
tanah rawa lebak untuk media tanam yang diletakan pada setiap rakit sebanyak
208 kg.
b. Pemberian
pupuk kompos pada setiap rakit sesuai petakan berdasarkan dosis 10 ton ha-1
dan 20 ton ha-1.
c.
Pembuatan
lubang tanam dengan jarak 12 cm x 12 cm, kedalaman 3-5 cm.
d. Penanaman
benih padi ketan hitam, pada setiap lubang tanam sebanyak 3 benih.
e. Pemilihan dan meninggalkan salah satu tanaman yang
terbaik setiap lubang tanam pada minggu kedua.
f.
Melakukan
pemeliharaan tanaman padi ketan hitam dari hama dan penyakit
g. Pengamatan
tanaman setiap satu kali dalam seminggu terhadap pertumbuhan tanaman padi ketan
hitam.
h.
Pengamatan
terakhir pada masa primordia.
3.
Pegumpulan,
Pengolahan Data serta Pembuatan Laporan
Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan
dilapangan dan analisis di Laboratorium
diintepretasi agar dapat disajikan dalam bentuk deskriptif dalam bentuk
laporan.
E. Peubah
yang diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian adalah:
1.
Analisis
awal media tanam ( pH, KTK dan C-Organik)
2. Analisis
awal air rawa lebak
3. Tinggi
tanaman (setiap minggu)
4. Jumlah
anakan (setiap minggu)
5. Kadar
air (setiap minggu)
6. Jumlah
anakan maksimum
7. Jumlah
anakan produktif
8. Waktu primordia
9.
Analisis
tanah pada waktu primordia (pH, N-total, C-Organik)
F. Analisis data
Data
yang didapat diolah secara statistik dengan sidik ragam Rancangan Acak Kelompok
(RAK). Apabila hasil sidik ragam menunjukan pengaruh nyata dilanjutkan dengan
uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Karakteristik Tanah Awal
Hasil analisis tanah (Lampiran 1) berdasarkan
kriteria yang dikeluarkan Pusat Penelitian Tanah 1983 menunjukkan, bahwa
tingkat kesuburan alami tanah yang digunakan dalam penelitian ini rendah,
dengan reaksi tanah sangat masam (pH 3,68), KTK rendah (15,58 cmol(+)
kg-1), C-organik tinggi (3,74%).
Ciri
kimia tanah di atas menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini
apabila digunakan untuk membudidayakan tanaman pangan akan mempunyai beberapa kendala,
antara lain pH tanah yang sangat masam dan KTK tanah yang rendah. Walaupun
kandungan C-organik tinggi namun KTK tanah rendah. Kondisi ini menunjukkan
bahwa bahan organik tanah belum terdekomposisi dengan baik, oleh sebab itu
masih diperlukan penambahan pupuk organik untuk memperbaiki tingkat kesuburan
pada Inceptisol. Menurut Munir (1996), salah satu usaha untuk
meningkatkan produktifitas tanah mineral masam yang mempunyai kesuburan rendah
dapat dilakukan dengan melalui penambahan bahan organik dan pemupukan.
B. Karakteristik Air Awal
Hasil analisis air (Lampiran 1) berdasarkan kriteria
kualitas air menunjukkan, bahwa tingkat kesuburan alami air yang digunakan
dalam penelitian ini rendah, dengan reaksi airnya yang masam (pH 4,55). Ciri
kimia air diatas menunjukkan bahwa air yang digunakan dalam penelitian ini
apabila digunakan untuk membudidayakan tanaman akan mempunyai kendala yaitu pH
air yang masam tetapi pH masam ini tidak mengganggu pertumbuhan tanaman jika
kandungan tanah sudah diberi bahan organik karena pH air dipengaruhi oleh pH
tanah dan kandungan kation-kation lain di dalam tanah (Kurniati, 2009).
Dengan
demikian, kualitas air dipengaruhi langsung oleh kualitas tanah itu sendiri. Menurut
Notohadiprawiro (2006),
salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah
dengan pemberian bahan organik dan pemupukan. Oleh karena itu, pemberian bahan organik dan pemupukan
sangat diperlukan untuk meningkatkan pH tanah dan penyediaan unsur-unsur lain
di dalam tanah dan ini akan menyebabkan kualitas air temasuk pH air rawa akan
ikut serta meningkat juga.
C. Kadar Air Tanah
Grafik
pengaruh kompos eceng gondok dan kompos kiambang terhadap kadar air tanah tanaman
padi ketan hitam, seperti tertera pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik
kadar air tanah tanaman padi ketan hitam
Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar air tanah pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 sedangkan perlakuan
kompos berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah pada minggu ke 8, 9 dan 10
(Lampiran 3). Hasil uji BNT menunjukkan bahwa kadar air tanah terbaik terdapat
pada perlakuan 20 ton ha-1 eceng gondok dan kiambang di minggu ke 8,
9 dan 10 (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh pupuk kompos eceng gondok dan kompos
kiambang terhadap kadar air tanah (%) padi ketan hitam.
Minggu
|
Kadar air (%)
|
BNT
|
|||
Ke
|
Kiambang (ton ha-1)
|
Eceng Gondok (ton ha-1)
|
(0,05)
|
||
|
10
|
20
|
10
|
20
|
|
1
|
68,62
|
81,33
|
71,82
|
72,42
|
tn
|
2
|
55,10
|
66,48
|
59,06
|
55,26
|
tn
|
3
|
58,02
|
70,86
|
62,22
|
72,00
|
tn
|
4
|
60,32
|
73,20
|
78,79
|
61,36
|
tn
|
5
|
75,45
|
87,89
|
86,40
|
81,90
|
tn
|
6
|
67,71
|
73,07
|
66,88
|
65,19
|
tn
|
7
|
59,50
|
70,60
|
67,33
|
63,89
|
tn
|
8
|
76,81 a
|
81,91 ab
|
69,65 a
|
93,62 b
|
14,41
|
9
|
71,64 b
|
76,85 b
|
58,82 a
|
69,44 b
|
9,73
|
10
|
62,70 a
|
77,03 b
|
76,79 b
|
73,33 b
|
10,57
|
Keterangan: Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf uji F 5%.
Dari
Tabel 1, dapat kita lihat bahwa pengaruh perlakuan kompos terhadap kadar air
tanah sudah terlihat pada minggu ke 8. Hal ini menunjukkan bahwa
meningkatnya bahan organik maka semakin meningkat kadar air tanah. Menurut
Rosmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahan organik dapat meningkatkan daya menahan
air, sehingga kemampuan tanah untuk menahan air menjadi lebih banyak.
Status air tanah berpengaruh
terhadap ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Kandungan air tanah yang rendah dapat mengakibatkan rendahnya konsentrasi
unsur hara yang ada di dalam larutan tanah (Agustina, 2004). Tanaman padi pada
sistem SRI hanya memerlukan genangan air sekitar 2 cm, genangan dangkal
tersebut hanya digunakan untuk menjaga kelembaban tanah agar padi dapat tumbuh
dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar suplai oksigen ke akar cukup sehingga
padi menjadi sehat (Wiyono, 2004). Pada sistem SRI air tergenang, sedangkan
sistem pertanian terapung air tidak tergenang, dan hanya pada kadar yang tinggi
pada penelitian ini sudah cukup untuk pertumbuhan padi.
D. Pertumbuhan Tanaman Padi Ketan Hitam
1.
Tinggi Tanaman
Grafik pengaruh kompos eceng gondok dan
kompos kiambang terhadap tinggi tanaman padi ketan hitam, seperti tertera pada
gambar 2.
Gambar 2. Grafik
tinggi tanaman padi ketan hitam
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ketan
hitam pada minggu ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 sedangkan perlakuan kompos
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ketan hitam pada minggu ke 8, 9
dan 10 (Lampiran 4). Hasil uji BNT menunjukkan bahwa tinggi tanaman terbaik
terdapat pada perlakuan 20 ton ha-1 eceng gondok di minggu ke 8, 9
dan 10 (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh pupuk kompos eceng gondok dan kompos
kiambang terhadap tinggi tanaman (cm) padi ketan hitam
Minggu
|
Tinggi tanaman (cm)
|
BNT
|
|||
Ke
|
Kiambang (ton ha-1)
|
Eceng Gondok (ton ha-1)
|
(0,05)
|
||
|
10
|
20
|
10
|
20
|
|
1
|
1,3
|
1,4
|
1,6
|
1,6
|
tn
|
2
|
15,9
|
17,2
|
14,3
|
15,3
|
tn
|
3
|
25,8
|
27,7
|
25,4
|
24,3
|
tn
|
4
|
36,5
|
36,2
|
34,1
|
35,5
|
tn
|
5
|
45,5
|
51,1
|
48,1
|
47,4
|
tn
|
6
|
54,7
|
54,3
|
52,4
|
55,3
|
tn
|
7
|
64,70
|
63,10
|
62,78
|
67,88
|
tn
|
8
|
67,5 a
|
66,5 a
|
67,6 a
|
72,2 b
|
2,9
|
9
|
71,20 a
|
72,58 a
|
69,35a
|
76,78 b
|
3,42
|
10
|
76,83 b
|
76,65 b
|
73,55 a
|
82,35 c
|
3,07
|
Keterangan: Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada taraf uji F 5%.
Dari Tabel 2,
pengaruh pupuk kompos eceng gondok dan kiambang baru tampak pada minggu ke 8, 9
dan 10 pada dosis 20 ton ha-1. Tinggi tanaman terbaik dicapai dengan
perlakuan 20 ton ha-1 eceng gondok, ini disebabkan karena kandungan N
di kompos eceng gondok lebih tinggi dibandingkan kiambang lihat (Lampiran 8).
Menurut Simatupang (1992), unsur hara yang
tersedia bagi pertumbuhan tanaman menjadikan fotosintesis berjalan dengan aktif
sehingga proses pemanjangan dan pembelahan sel akan lebih cepat. Terjadinya
peningkatan penyerapan unsur hara oleh tanaman dapat meningkatkan proses
pertumbuhan tanaman, terutama tinggi tanaman.
2. Jumlah Anakan
Grafik pengaruh kompos eceng gondok dan
kompos kiambang terhadap jumlah anakan padi ketan hitam, seperti tertera pada
gambar 3.
Gambar 3. Grafik jumlah anakan
tanaman padi ketan hitam
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk kompos tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan padi
ketan hitam pada setiap minggunya (Tabel 3). Hal ini diduga karena pengaruh
perlakuan pupuk kompos yang diberikan bereaksi lambat sehingga peranan pupuk
kompos dalam membentuk anakan padi ketan hitam tidak berpengaruh pada setiap
perlakuan. Perlakuan pupuk kompos eceng gondok memberikan hasil jumlah anakan
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pengaruh perlakuan pupuk kompos
kiambang.
Tabel 3. Pengaruh pupuk kompos eceng gondok dan kompos
kiambang terhadap jumlah anakan/rumpun padi ketan hitam
Minggu Ke
|
Jumlah anakan/rumpun
|
BNT (0,05)
|
|||
Kiambang (ton ha-1)
|
Eceng Gondok (ton ha-1)
|
||||
10
|
20
|
10
|
20
|
||
3
|
1,3
|
2,0
|
2,0
|
2,3
|
tn
|
4
|
2,3
|
2,5
|
2,5
|
2,8
|
tn
|
5
|
3,3
|
4,0
|
3,5
|
3,8
|
tn
|
6
|
5,3
|
5,8
|
5,8
|
6,0
|
tn
|
7
|
8,8
|
9,8
|
9,8
|
10,0
|
tn
|
8
|
11,5
|
13,8
|
13,3
|
13,0
|
tn
|
9
|
14,3
|
14,8
|
15,0
|
15,0
|
tn
|
10
|
16,0
|
16,3
|
16,0
|
17,5
|
tn
|
Keterangan: Angka yang diikuti
oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada
taraf uji F 5%.
3.
Jumlah Anakan Maksimum
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk kompos tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum
padi ketan hitam pada minggu ke 10 (Tabel 4). Hal ini diduga karena pengaruh
perlakuan pupuk kompos yang diberikan bereaksi lambat sehingga peranan pupuk
kompos dalam membentuk dan meningkatkan anakan maksimum padi ketan hitam tidak
berpengaruh pada setiap perlakuan. Diduga juga salah satu unsur hara
makro pada kompos yaitu nitrogen (N) belum berperan dalam merangsang dan
meningkatkan jumlah anakan padi ketan hitam. Sesuai dengan pendapat Yoshida
(1981) mengatakan bahwa nitrogen sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman dan dalam merangsang jumlah anakan padi yang kekurangan hara nitrogen
pertumbuhannya menjadi lambat dan tanaman menjadi kerdil serta jumlah anakan yang
sedikit. Perlakuan pupuk kompos eceng gondok memberikan hasil jumlah anakan
maksimum yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pengaruh perlakuan pupuk kompos kiambang. Tabel 4. Jumlah anakan maksimum/rumpun padi ketan
hitam pada minggu ke 10
|
Jumlah anakan maksimum/rumpun
|
|||
Ulangan
|
Kiambang ton ha-1
|
Eceng gondok ton ha-1
|
||
|
10
|
20
|
10
|
20
|
1
|
15
|
17
|
18
|
16
|
2
|
17
|
18
|
15
|
15
|
3
|
16
|
15
|
16
|
17
|
4
|
16
|
15
|
15
|
22
|
Jumlah
|
64
|
65
|
64
|
70
|
Rata – rata
|
16,0
|
16,3
|
16,0
|
17,5
|
BNT (0,05) = tn
|
|
|
|
4. Jumlah Anakan Produktif
Berdasarakan
hasil penelitian terhadap jumlah anakan produktif tanaman padi ketan hitam pada
rakit bambu, perlakuan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
jumlah anakan produktif tanaman padi ketan hitam pada minggu ke 10 (Tabel 5). Pada
dosis 10 ton/ha dan 20 ton ha-1 belum cukup untuk meningkatkan
jumlah anakan produktif, karena kandungan P yang rendah dan tidak ada pupuk
tambahan. Karena itu perlu menambah pupuk buatan atau meningkatkan pupuk
kompos. Sesuai dengan pendapat Heryadi et
al., (1989), bahwa P berpengaruh positif pada peningkatan jumlah anakan
produktif.
Tabel
5. Jumlah anakan produktif/rumpun padi
ketan hitam pada minggu ke 10
|
Jumlah anakan produktif/rumpun
|
|||
Ulangan
|
Kiambang ton ha-1
|
Eceng gondok ton ha-1
|
||
|
10
|
20
|
10
|
20
|
1
|
7
|
9
|
9
|
8
|
2
|
8
|
7
|
9
|
8
|
3
|
7
|
9
|
8
|
8
|
4
|
7
|
9
|
7
|
9
|
Jumlah
|
29
|
34
|
33
|
33
|
Rata – rata
|
7,25
|
8,5
|
8,25
|
8,25
|
BNT (0,05) = tn
|
|
|
|
5.
Waktu Primordia
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap waktu primordia tanaman padi ketan hitam yang tumbuh pada rakit bambu,
waktu primordia tanaman padi ketan hitam terjadi pada minggu ke 10 pada setiap
perlakuan. Hal ini berarti pemberian kompos tidak memperlambat waktu primordia
padi ketan hitam karena waktu tanaman berbunga sangat tergantung pada sifat
genetiknya. Tanaman padi ketan hitam memerlukan unsur hara fosfor (P),
pertumbuhan tanaman akan terhambat apabila fosfor tersedia dalam jumlah yang
kecil. Fosfor juga berguna pada saat
awal pemasakan tanaman, terutama tanaman serelia. Menurut Wild (1988) fosfor
merupakan faktor penting dalam menentukan fase primordia, dimana kekurangan
fosfor akan menyebabkan terlambatnya fase tersebut.
E. Karakteristik Tanah pada Waktu Primordia
Tabel 6. Karakteristik tanah pada
waktu primordia
Parameter
|
Perlakuan
|
BNT
(0,05)
|
|||
Kiambang (ton ha-1)
|
Eceng Gondok (ton
ha-1)
|
||||
10
|
20
|
10
|
20
|
||
pH H20 (1:1)
|
5,1
|
4,49
|
5,07
|
5,43
|
tn
|
N-total (%)
|
0,2
|
0,18
|
0,19
|
0,2
|
tn
|
C-organik (%)
|
3,63 c
|
3,20 ab
|
2,54 a
|
3,25 b
|
0,7
|
Keterangan: Angka
yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada
taraf uji F 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pupuk
kompos eceng gondok dan pupuk kompos kiambang tidak berpengaruh nyata terhadap pH
dan N-total tanah pada setiap perlakuan sedangkan pupuk kompos eceng gondok dan pupuk kompos kiambang
berpengaruh nyata terhadap C-organik
pada setiap perlakuan. Hasil uji BNT menunjukan bahwa C-organik tertinggi
terdapat pada perlakuan 10 ton ha-1 kiambang (Tabel 6). Hal tersebut
menunjukkan bahwa tanah pada waktu primordia dalam penelitian ini memiliki
kesuburan tanah yang rendah. Diduga karena kriteria pH tanah masam dan N-total
rendah yang menyebabkan pH dan N-total tanah tidak memberikan pengaruh terhadap
kesuburan tanah pada waktu primordia, meskipun C-organik tinggi. Menurut Munir (1996), salah satu usaha untuk
meningkatkan produktifitas tanah mineral masam yang mempunyai kesuburan rendah
dapat dilakukan dengan melalui penambahan bahan organik dan pemupukan. Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah mineral masam. (Lund dan Doss, 1980; Aidi et al., 1996) pemberian pupuk organik dapat meningkatkan daya larut
unsur P, K, Ca dan Mg, meningkatkan C-organik, kapasitas tukar kation,
kapasitas tanah memegang air, menurunkan kejenuhan Al dan bulk density (BD)
tanah. Hasil penelitian Hairunsyah (1991) dan Raihan dan Nurtirtayani (2001)
yang mengemukakan bahwa kandungan N-total tanah mengalami peningkatan dengan
pemberian pupuk organik. Tetapi hasil analisa menunjukan pH masam dan N-total
rendah kemungkinan sebagian sumbangan hara dari pupuk kompos eceng gondok dan
pupuk kompos kiambang sudah diserap oleh tanaman. Bahan organik masih tinggi
terutama kiambang dapat disebabkan oleh kiambang yang merupakan tanaman paku
air yang bahan organiknya lebih lambat terdekomposisi dibandingkan dengan eceng
gondok.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perlakuan
pupuk kompos tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum, jumlah
anakan produktif dan waktu primordia terhadap pertumbuhan tanaman padi ketan
hitam.
2. Perlakuan pupuk kompos kiambang 20 ton ha-1,
pupuk kompos eceng gondok 10
ton ha-1 dan 20 ton ha-1 meningkatkan kadar air tanah
secara nyata dibandingkan perlakuan pupuk kompos kiambang 10 ton ha-1.
3. Perlakuan pupuk
kompos eceng gondok 20 ton ha-1 meningkatkan tinggi tanaman secara
nyata dibandingkan perlakuan pupuk kompos eceng gondok 10 ton ha-1,
pupuk kompos kiambang 10 ton ha-1 dan 20 ton ha-1.
B. Saran
Disarankan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai residu pupuk kompos terhadap tanaman lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J. S
dan Mulyadi. 1993. Alternatif teknik rehabilitasi dan pemanfaatan lahan
alang-alang. Hlm. 29-50. Dalam S. Sukmana, Suwardjo, J. Sri Adiningsih,
H. Subagjo, H. Suhardjo, Y. Prawirasumantri (Ed.). Pemanfaatan lahan
alang-alang untuk usaha tani berkelanjutan. Prosiding Seminar Lahan
Alang-alang, Bogor, Desember 1992. Pusat Penelitian Tanah an Agroklimat>
Badan Litbang Pertanian.
Agustina,
L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Armanto, M. E.
2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.
Asrijal et al.,.2005. Penggunaan Bokashi Eceng Gondok pada Sistem
Pertanian Tunggal dan Tumpangsari Jagung dan Padi Gogo. Bogor.
Assaduzzaman, M.
2004. Floating Agriculture in the flood-prone or submerge in Bangladesh
(Southern regions of Bangladesh) Bangladesh Resource for indigenous Knowledge
(BARCIK). Dhaka, Bangladesh.
Bernas, S. M.
2010. Potential Of Floating Holticulture System On Swampland In South Sumatera.
Prosiding: International Seminar On Holticulture To Support Food Security.
Unila, Bandar Lampung, 22 Juni.
Direktorat rawa.
1995. Kebijaksanaan Departemen Pekerjaan Umum dalam Rangka Pengembangan Daerah
Rawa. Sumatera Selatan.
Fahmi. 2009. Pemanfaatan
Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Briket [Skripsi] Departemen Teknologi
Hasil Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Geovani, O. 2011.
Manfaat Beras Ketan Hitam Untuk Tubuh Kita. http://geovaniorlando.blogspot.com. Diakses
Tanggal 26 September 2011.
Hairunsyah. 1991. Pengaruh empat jenis bahan organik pada tiga dosis pemberian
N terhadap pertumbuhan dan hasil gabah
pada padi sawah beririgasi. Kindai, Vol.
2 (2): 5-9. Balitbang Pert. Balittan banjar baru.
Hanafiah,
K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajawali Pers. Jakarta.
Haryanto, E., T.
Suhartini, E. Rahayu. 1995. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Heryadi, S., Santosa, dan A. Sofyan. 1989.
Hubungan antara Kejenuhan, Kemasaman
dan Ketersediaan Fosfat dengan Produksi Tanaman Padi dan Kedelai pada Tanah Podsolik di Sitiung. PPT,
Bogor.
J. D. Fryer, Shooichi Matsunaka, 1988. Penanggulangan Gulma
secara Terpadu.
Kurniati, H. 2009. Morphological Variations of Sumatran Torent
Frogs, Huia Sumatrana.
Lund, F. Z. and B.D. Doss. 1980. Residual
effect of dairy cattle manure on plant growth
and soil properties. Agron. J. 72 : 123-130.
Sukman
dan Yakup, 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Ghalia Indonesia
Munir, M.
1996.
Tanah-Tanah Utama di Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya.
Pustaka Jaya. Jakarta.
Murbandono,
L. H. S. 2004. Membuat kompos, Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Noor, M. 2007.
Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangan Rawa Lebak. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Notohadiprawiro, T. 2006.
Tanah dan Lingkungan. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta.
Nyakpa,
M. Y., A. M. Lubis, M. A. Pulung, A. G. Amrah, A. Munawar, Go Ban Hong dan N.
Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Rosmarkam, A.,
N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Simatupang, P.
1992. Pengaruh Beberapa Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Wortel.
J. Hortikultura 2 (1) : 16-18.
Suparwoto dan
Waluyo. 2009. Peningkatan Pendapatan Petani di Rawa Lebak Melalui
Penganekaragaman Komunitas. Pembangunan Manusia. 7 (1): 1- 9.
Wahyu. 2008. Sirih Merah, Dulu Hiasan Kini Obat. http://www.surya.co.id/web. Diakses tanggal 11 Februari 1012.
Widiastuti,
NPA. 2010. Menjaga Kulit Tetap Cantik Dengan Beras Ketan Hitam. http://nursingisbeautiful.wordpress.com. Diakses
tanggal 26 september 2011.
Wikipedia
Bahasa Indonesia. 2011. Kiambang. Http. id. Wikipedia. Org. Diakses Tanggal 26
September 2011.
Wild,
A. 1988. The Relation of Phosphate by Soil: a review. J. Soil Sci. 1: 221: 237.
Yoshida,
1981. Fundamental of Rice Crop Science. International Race Research Institute
(IRRI). Los Banos. Laguna Philipines.